Kamis, 12 Januari 2012

MERCUSUAR KEHIDUPAN


Bagi seorang nakhoda kapal yang tengah berlayar, kerlap kerlip cahaya dari mercusuar merupakan pertanda kebahagiaan dan sesuatu yang teramat dinantikan kehadirannya. Apalagi bagi para pelaut zaman baheula yang belum mengenal adanya GPS. Betapa tidak bahagia, setelah sekian lama terombang-ambing di lautan lepas, dia akan segera menemukan sebuah kepastian akan semakin dekatnya dia dengan tujuan.
Namun yakinlah, seindah apa pun mercusuar, seideal apa pun gambarannya, dan sebesarnya apa pun harapan dia untuk mendapai cahaya mercusuar, ia tidak akan pernah berhenti di sana untuk menambatkan kapal yang dinakhodainya. Mengapa? Di balik keindahannya ada bahaya besar yang tersimpan di sana. Bukankah mercusuar menandakan adanya batu karang yang besar yang bisa membuat kapal menjadi karam? Bukankah di balik mercusuar ada mulut sungai yang terjal lagi berbahaya?
Apa jadinya kalau sang nakhoda terlena dengan kerlap kerlip cahaya dari mencusuar sehingga ia akan mengarahkan bahteranya dan lalu berlabuh di sana? Kapalnya akan kandas bahkan tenggelam karena membentur karang yang besar. Ia pun akan gagal meneruskan perjalanan menuju tempat yang dirindukan.
Sejatinya, mercusuar sekadar pertanda, petunjuk jalan, sarana yang layak dimanfaatkan agar seorang pelaut dapat sampai di dermaga harapan. Ia teramat penting bagi lalu lintas di lautan, akan tetapi bukan segala-galanya. Ada hal yang lebih utama dan harus menjadi prioritas utama, yaitu berlabuh di tempat tujuan.
Kisah mercusuar hakikatnya adalah kisah mimpi-mimpi, harapan, kecintaan, dan dunia manusia. Keberadaannya demikian penting dalam hidup, akan tetapi ... lagi-lagi ia bukan segalanya. Mercusuar dalam hidup manusia dapat dianalogikan dengan harta, pangkat, jabatan, anak keturunan, pasangan hidup, kegemaran (hobbi), makanan, dan hal-hal sejenisnya. Itu semua penting, akan tetapi kalau kita—sebagai nakhoda di dalam hidup—menjadikannya sebagai tujuan utama, pusat perhatian, sumber energi yang menggerakkan, dan hidup mati kita, niscaya kita akan karam di tengah dalamnya lautan kehidupan. Indah dan menarik hati memang, bahkan sesuai dengan fitrah manusia, akan tetapi di balik semua keindahannya ada bahaya yang mengancam yang akan menerjang siapa saja yang melabuhkan seluruh kecenderungan hatinya di sana.
Semua aksesories duniawi tersebut idealnya hanyalah batu loncatan, tanda-tanda yang diciptakan, dan kerlap-kerlip cahaya lampu kehidupan yang akan mengantarkan kita kepada Allah Swt sebagai sumber kerinduan, pelabuhan utama setiap insan. (EMSOE ABDURRAHMAN)

Wahai anakku ... dunia itu bagaikan lautan yang dalam, telah banyak manusia tenggelam di dalamnya. Kalau engkau sanggup, jadikanlah keimananmu kepada Allah sebagai bahteramu, hendaklah muatannya adalah amal saleh, dan layarnya adalah tawakal kepada-Nya, semoga engkau dapat berlayar dengan selamat.
Luqman Al-Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar