Sabtu, 19 Januari 2013

CERDAS DENGAN NUTRISI DAN STIMULASI BERKELAS

Otak bayi masih berupa produk mentah yang belum selesai. Otak neonatal hanyalah sebuah lukisan berbentuk sketsa; cetak biru yang sama sekali belum sempurna. Tangan-tangan lingkunganlah yang akan menyelesaikan atau membuatnya terbengkalai.”
(Jalaluddin Rakhmat)

Apa yang membuat seorang anak memiliki sifat dan tingkah laku yang berbeda-beda? Mengapa ada anak yang tampak begitu cerdas, aktif, enerjik, tapi ada pula yang biasa-biasa saja, pemalu, atau bahkan "agak telat"? Mengapa pula keterampilan berbahasanya berlainan? Ada yang sudah terampil berbahasa Inggris, akan tetapi tidak bisa berbahasa Sunda. Ada ada yang lancar ”nyarios Basa Sunda”, tapi bungkam seribu bahasa kalau harus ”talking-talking with English”. (Maklum saja, anak yang satu lahir dan besar di Chicago dan yang satu lahir dan besar di kawasan Cikaso, Bandung).

Ada banyak jawaban atas pertanyaan ini. Namun, ada satu jawaban yang sulit dibantah, bahwa manusia memiliki otak. Ya otak! Inilah organ lembek di batok kepala yang membuat seorang anak (dan manusia secara keseluruhan) berbeda antara satu sama lain. Inilah anugerah teragung dari Tuhan yang menjadikan manusia mampu membangun peradaban, berbudaya, dan membedakan dirinya dengan hewan. Maka, ketika otak manusia rusak, rusak pulalah entitas manusia itu.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa otak seorang anak dengan anak lainnya bisa berbeda? Perbedaan di sini sesungguhnya bukan pada materi penyusunnya, akan tetapi pada cara ”mengisi” dan ”memperlakukannya”. Jadi, setiap anak yang lahir memiliki otak yang kurang lebih sama, baik pada materi penyusun, kapasitas, dan potensi yang dikandungnya. Namun, input-input informasi yang dimasukan ke dalam otaklah yang membuat perbedaan. Apabila inputnya didominasi oleh nilai-nilai kebaikan, baik pulalah seorang manusia. Namun, apabila inputnya didominasi keburukan, kacaulah manusia yang bersangkutan.

Dengan demikian, optimalisasi kecerdasan dan proses tumbuh kembang anak, sangat ditentukan oleh bagaimana orangtua meng-install otak anaknya dengan paket-paket informasi yang berkualitas, untuk kemudian diolah dan dikeluarkan sebagai output positif (nilai-nilai kebaikan). Bukankah gambaran diri seseorang merupakan hasil dari penginstallan dan pengolahan informasi yang dilakukan secara terus menerus dari sejak lahir?


DAHSYATNYA OTAK SI KECIL

“Bayi dan anak-anak adalah seorang saintis,” demikian ungkap tiga orang profesor psikologi terkenal, Alison Gopnik, Andrew Meltzoff dan Patricia K. Kuhl, dalam bukunya yang berjudul The Scientist in the Crib: What Early Learning Tells Us About The Mind (Keajaiban Otak Anak: Rahasia Cara Anak Balita Mempelajari Benda, Bahasa, dan Manusia, Kaifa, 2006)

Apa yang dikatakan ketiga ilmuwan ini bukan pernyataan tanpa bukti. Laksana seorang ilmuwan hebat, setiap bayi menyelidiki sifat benda-benda di sekitarnya. Mereka berpikir, mengobservasi, dan bernalar. Ibarat psikolog kawakan mereka pun berusaha membaca pikiran orang-orang yang dijumpainya. Dia membuat perkiraan, kemudian menguji-cobanya, mempertimbangkan bukti, lalu menarik kesimpulan, melakukan eksperimen lagi, memecahkan masalah, mengoreksi apabila ternyata kesimpulan itu salah dan terus mencari kebenaran. Namun, yang membedakan mereka dengan para ilmuwan ”berijasah”, mereka tidak melakukan semua ini dengan cara yang sadar diri sebagaimana para ilmuwan melakukannya.

Sejatinya, orangtua tidak perlu heran apabila si kecil mampu melakukan rangkaian aktivitas mental yang menakjubkan tersebut. Betapa tidak, Tuhan telah menganugerahkan ”super komputer” di kepalanya yang tidak kalah dengan yang dimiliki oleh ibu bapak dan tetangga-tetangganya.

Fakta-fakta berikut menjadi bukti tidak terbantahkan tentang betapa dahsyatnya otak si kecil, antara lain:


  • Pada awal kelahiran, otak seorang bayi memiliki sekitar 100 miliar sel otak (neuron) yang aktif dan 900 miliar sel otak pendukung (sel glia). Artinya, jumlah neuron di dalam otak si kecil 16 kali lebih banyak daripada jumlah penduduk bumi, bahkan lebih banyak daripada jumlah bintang di Galaksi Bima Sakti.
  • Sebagian sel-sel tersebut sudah terhubung pada sel-sel lain sebelum masa kelahiran.
  • Sel-sel tersebut mengendalikan detak jantung, pernapasan, gerak refleks, dan mengatur fungsi-fungsi lain yang memunginkannya bertahan hidup.
  • Sebuah sel dapat berhubungan dengan sekitar 15.000 sel lain. Hubungan antarsel (neuron) tersebut disebut sinaps.
  • Cabang reseptif sel saraf, biasa disebut dendrit, dapat tumbuh dan berkembang membentuk triliunan sinaps.
  • Setiap neuron mempunyai cabang hingga 10.000 cabang dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion (angka 1 diikuti 15 angka nol) koneksi.
  • Pada dua tahun pertama, otak sang bayi meningkat tiga kali lipat sebagai akibat dari terbentuknya sinaps-sinaps sehingga menyerupai otak orang dewasa.
  • Pada akhir tahun ketiga, dalam otaknya telah terbentuk sekitar 1000 triliun jaringan koneksi yang aktif.
  • Otak anak dua kali lebih aktif daripada otak orang dewasa.
  • Dengan demikian, otak anak mampu menyerap informasi informasi baru lebih cepat daripada otak seorang mahasiswa S3 sekalipun.

Secara keseluruhan, otak si kecil pada saat lahir ke dunia sudah terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu batang otak (yang membawahi pusat pengaturan, kendali, serta penjaga fungsi vital tubuh), sistem limbik (bagian pengendali emosi, proses belajar, dan pengatur memori), dan neokorteks (bagian penyimpan memori, fungsi intelegensi, pengendali gerakan, dan fungsi koordinasi antara bagian-bagian otak lainnya). Ketiga bagian ini secara bersama-sama mengatur dan menghadirkan kehidupan bagi seorang manusia. Setiap bagian mengemban fungsi khusus di mana satu sama lainnya memiliki peranan yang sama penting.


OTAK YANG BELUM MATANG

Otak si kecil, dengan potensi sedahsyat itu, sesungguhnya bukan “barang jadi” alias “belum matang”, karena antara satu jaringan dengan jaringan yang lain belum terhubung dalam satu jaringan. Ia membutuhkan sentuhan agar bisa berkembang secara optimal. Dr. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak” (MLC, hlm. 223) mengatakan bahwa otak bayi masih berupa produk mentah yang belum selesai. Otak neonatal hanyalah sebuah lukisan berbentuk sketsa, cetak biru yang sama sekali belum sempurna. Tangan-tangan lingkunganlah yang akan menyelesaikan atau membuatnya terbengkalai.

Oleh karena itu, dalam memenej tumbuh kembang otak si kecil, para ahli mengungkapkan adanya konsep “jendela peluang” atau “windows of opportunity”. Konsep ini adalah pemetaan waktu-waktu ideal yang apabila dimaksimalkan stimulusnya (tentu yang tepat) akan menjadikan otak anak berkembang lebih optimal. Munculnya konsep jendela peluang didasarkan pada kenyataan bahwa otak manusia itu memiliki batas waktu. Artinya, ada batas waktu di mana koneksi-koneksi dendrit akan terhenti dan tidak akan pernah terjadi lagi, walaupun plastisitas otak senantiasa terjaga sampai usia tua.

Di sinilah orangtua harus memperhatikan “pencekokan” pemberian materi pengetahuan. Pencekokan ini dapat terjadi kapan saja, akan tetapi pembentukan kompetensi generik tidak bisa diulang dalam waktu berbeda. Kompetensi generik yang dimaksud antara lain: kemampuan mengendalikan diri, kemampuan mengolah data dan informasi, kemampuan mengambil keputusan dengan cerdas, kemampuan berempati dan mengasihi, dan kemampuan dalam mengenali hal-hal yang bersifat transenden (spiritual). (Tauhid Nur Azhar, 2011:124)

Pada kenyataannya, semua kemampuan dasar ini terbentuk dari proses pendidikan yang diberikan oleh lingkungan, khususnya pendidikan yang diberikan orangtua di rumah. Apabila kita kerucutkan, unsur pembentuknya meliputi semua yang dia makan (nutrisi) dan semua dia rasakan (stimulus atau rangsangan). Dengan demikian, optimalisasi tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh pemenuhan kedua hal tersebut. Inilah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi secara bersamaan agar otak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.


ASUPAN NUTRISI

Kebutuhan pertama bagi optimalisasi tumbuh kembang anak adalah asupan makanan yang proporsional, baik jumlah maupun kandungan gizinya. Makanan adalah bahan bakar bagi otak dan tubuhnya. Otak bagaikan sebuah mobil yang membutuhkan bensin, pelumas, cairan accu, dan berbagai materi penting lainnya agar bisa dijalankan. Otak manusia membutuhkan asupan nutrisi khusus agar bisa berfungsi secara optimal, semisal glukosa, aneka vitamin, mineral, dan berbagai unsur esensial (yang didatangkan dari luar tubuh) lainnya. Sebagai contoh, bensin (energi) bagi otak adalah glukosa. Kita bisa memperoleh glukosa dengan mengonsumsi karbohidrat atau bahan makanan lain yang akan diubah menjadi glukosa.

Otak si kecil pun membutuhkan asupan protein dan lemak yang cukup sebagai unsur pembangun yang memungkinkan terjadinya regenerasi dan koneksi di antara neuron, termasuk pula untuk pembentuk selaput myelin otak yang berperan penting dalam penghantaran impuls saraf. Kebutuhan akan kedua nutrisi tersebut dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan yang mengandung asam amino (sebagai unsur pembangun protein) dan asam lemak (unit pembangun lemak). Tanpa asupan asam lemak dan asam amino yang cukup dan seimbang, otak tidak akan berfungsi secara normal.

Ada dua jenis lemak essensial yang sangat penting bagi otak si kecil, yaitu asam lemak omega-3 (asam linolenat) dan omega-6 (asam linoleat). Di dalam tubuh, asam lemak omega-3 ini dapat diubah menjadi senyawa turunannya, yakni EPA (asam eikosapentaenoat) dan DHA (asam dokosaheksaenoat). Asam lemak omega 3 berperan besar pada perkembangan sel saraf, otak dan indera penglihatan. Kekurangan asam lemak omega-3 dapat mengakibatkan gangguan pada retina mata. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa diet makanan minim omega-3 mengakibatkan timbulnya gangguan pada proses belajar dan motivasi. Omega 3 ini banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau, seperti bayam, daun selada, brokoli, minyak ikan, minyak canola, dan minyak kedelai. Secara teoritis, minimal seseorang harus mengonsumsi antara 6-10 persen asam lemak tidak jenuh ini dari total konsumsi energi hariannya.

Adapun asam lemak omega-6 merupakan bahan pembentuk (prekursor) asam lemak arakidonat (ARA). Asam lemak omega 6 bersama dengan DHA berperan penting dalam membantu proses perkembangan otak bayi. Senyawa ini banyak terdapat di dalam bahan makanan nabati dan aneka produk olahannya, seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari.


Tidak ada satu pun jenis makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi tubuh secara keseluruhan. Artinya, tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, mulai karbohidrat sampai mineral. Dengan demikian, untuk menjamin optimalisasi asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, si kecil sebaiknya mengonsumsi makanan sehat yang beragam dan seimbang. Salah satunya adalah nutrisi yang bersifat makro, yaitu bahan dasar pembentuk tubuh manusia, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan sejumlah mineral penting seperti kalsium, magnesium, dan fosfor sebagai bahan pembentuk tulang.

Selain sebagai unsur pembangun, asupan nutrisi dari makanan pun berperan penting dalam membantu kelancaran kinerja otak si kecil. Lancarnya lalu lintas di dalam otak pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas kecerdasan anak. Terkait hal ini, kita harus berkenalan dengan ”makhluk supercanggih” di otak yang bernama neurotransmiter. Siapakah dia?

Di dalam otak manusia terdapat ratusan miliar sel saraf otak yang saling berkaitan melalui triliunan ”kabel” atau serabut saraf yang berperan sebagai ”jembatan penghubung” antara sel-sel saraf untuk saling mengantarkan pesan atau sinyal. Nah, untuk berkomunikasi secara efektif dengan sel saraf otak lainnya ini, dibutuhkan senyawa kimia otak yang disebut neurotransmiter. Dengan adanya neurotransmiter, otak dapat menerima pesan-pesan dari pancaindra yang berfungsi sebagai reseptor (penerima rangsangan), baik itu pesan gambar, suara, bau, sentuhan, getaran, ataupun rasa. Dengan kata lain, neurotransmiter adalah bahasa yang digunakan neuron di otak dalam berkomunikasi. Dia akan muncul apabila ada pesan yang harus disampaikan dari satu ke neuron-neuron lainnya.

Setidaknya ada empat kelompok senyawa kimiawi yang berfungsi sebagai neurotransmiter dalam tubuh, yaitu (1) asetilkolin yang dihasilkan oleh sel-sel saraf dan sistem saraf tepi; (2) asam amino yang bertugas di sistem saraf pusat; (3) monoamin yang berfungsi menghadirkan sensasi emosi, seperti rasa bahagia, gembira, cinta, dan halusinasi; (4) neuropeptida yang bertugas menghantarkan rangsangan pada sistem saraf pusat.

Ketersediaan empat kelompok neurotransmiter ini sangat dipengaruhi oleh kehadirnya bahan baku yang berasal dari zat-zat gizi dalam makanan, seperti asam amino triptofan, keluarga vitamin B, vitamin C dan beberapa jenis mineral. Jika asupan bahan dasar tersebut tidak mencukupi, pembentukan neurotransmiter pun akan terganggu. Hal ini pada akhirnya akan menghambat kinerja otak sehingga akan mengakibatkan terjadinya gangguan perilaku, termasuk keterhambatan dalam proses belajar.

Kita ambil contoh, dalam konteks optimalisasi kecerdasan si kecil, kekurangan asupan omega-3 dari makanan akan menghambat produksi neurotransmiter dopamin dan serotonin di frontal korteks. Akibatnya, anak akan kehilangan motivasi belajar, bad mood, dan stres. Demikian pula dengan kekurangan asupan omega-6 akan mempengaruhi kemampuan sel-sel otak (neuron) dalam menggunakan glukosa. Padahal, glukosa ini sangat penting dalam menjaga kenormalan berpikir. Sel-sel otak dapat bekerja efektif apabila mendapatkan asupan glukosa yang cukup.

Kekurangan neurotransmiter berupa asetilkolin dapat pula mengakibatkan keterhambatan fungsi memori (berkaitan erat dengan proses penyimpanan dan pemanggilan kembali ingatan) dan atensi pada anak, bahkan bisa melahirkan ketidakstabilan emosi. Bahan baku pembentuk (prekursor) asetilkolin, yaitu unsur kolin (yang juga berperan penting dalam proses pelepasan asetilkolin), banyak terdapat dalam susu murni, telur, hati, kacang kedele, dan sejumlah sayuran segar, semacam wortel, buncis, kentang, dan kembang kol. Bahan makanan yang mengandung kolin dalam kadar tinggi adalah hati (650 mg/100 gr) dan kacang kedele (237 mg/100 gr).

Sejumlah produk makanan bayi pun telah didesain sedemikian rupa sehingga memiliki kandungan kolin, termasuk juga kandungan asam lemak omega 3 dan 6, yang komposisinya sesuai dengan kebutuhan harian anak. Salah satunya adalah Enfagrow A+ dari MeadJohnson.

sumber : www.susupopok.com
Kandungan nutrisi dalam Enfagrow A+ pun tidak hanya membantu optimalisasi kinerja otak anak, tetapi juga mengoptimalkan kinerja sistem pencernaan dan sistem kekebalan tubuh. Kandungan prebiotik Fos & Gos, yaitu molekul gula yang umumnya ditemukan dalam sayuran, dapat merangsang pertumbuhan bakteri baik yang bermanfaat bagi kesehatan sistem pencernaan karena menghasilkan antibiotika alami yang menjaga keutuhan dinding usus, melancarkan proses metabolisme, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Pertumbuhan bakteri baik (probiotik) dapat menghambat pertumbuhan ”bakteri jahat” dalam usus sehingga daya tahan usus meningkat sehingga anak tidak mudah diare ataupun sembelit. Adapun kandungan vitamin C dan E dapat menjadi antioksidan yang efektif menangkal radikal bebas dan membantu optimalisasi sistem kekebalan tubuh.

STIMULUS DAN PENGAYAAN

Ketika si kecil lahir ke dunia, otaknya sudah siap untuk belajar. Otak akan menyusun dan mengorganisasikan apa yang telah si kecil pelajari. Setiap kali terbentuk akson, akan terbentuk pula sinaps yang memungkinkan terjadinya komunikasi antarsel di dalam otak dan antarbagian tubuh dengan otak. Kualitas rangkaian hubungan antarsinaps ini ditentukan oleh stimulasi atau rangsangan dari luar. Semakin baik stimulasi, semakin banyak belajar, semakin banyak pengalaman, semakin banyak berpikir, akan semakin banyak pula hubungan antara sel saraf yang akan terbentuk. (Tauhid Nur Azhar, 2008:40).

Dengan kata lain, stimulasi akan melahirkan pengalaman; dan pengalaman akan membuat si kecil berpikir. Ketika dia berpikir, sel-sel otaknya menjadi aktif. Akhirnya, koneksi di antara neuron yang sering digunakan pun menjadi semakin kuat.

Berdasarkan hal tersebut, orangtua berkewajiban untuk memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pengalaman menyentuh, merasa, melihat, mendengar, dan membaui banyak hal dari lingkungan sekitarnya. Sesungguhnya, ketika dia bermain sesuatu, pada saat yang sama dia pun belajar banyak tentang hal tersebut.


Penelitian terbaru membuktikan bahwa otak manusia terus memproduksi neuron baru sepanjang hidup. Ini juga membuktikan bahwa ia melakukannya sebagai respons terhadap aneka rangsangan (semacam pelatihan atau banyak belajar). Para ilmuwan menyebutnya sebagai plastisitas otak atau saraf plastisitas.

Berikut ini beberapa hal yang dapat orangtua lakukan dalam upaya mengoptimalkan kecerdasan si kecil yang tengah bertumbuh, antara lain:

Keterampilan berpikir dan memecahkan masalah.

Bantulah si kecil untuk belajar memecahkan, semisal mengambil barang sendiri, makan sendiri, mengoperasikan mainan, dan sebagainya. Proses berpikir dan mencoba hal-hal yang baru akan mengaktifkan neuron di kedua belahan otaknya.

Keterampilan mengenal angka dan matematika.

Anak belajar angka dan keterampilan matematika dengan banyak cara, termasuk mengenalkannya dengan musik. Sesungguhnya, musik dapat melatih bagian-bagian tertentu di otak yang mengatur proses belajar, semisal menghitung, menampah, mengalikan. Penelitian menunjukkan bahwa IQ anak meningkat setelah mendapatkan instruksi musik.

Keterampilan berbahasa.

Bantulah anak untuk belajar berbicara dan mendengar. Beri dia banyak kesempatan untuk berbicara dan mendengar pada tahun pertama. Anak akan belajar bahasa dengan cepat pada awal-awal masa kehidupannya. Sebuah penelitian terhadap 42 anak berusia di bawah tiga tahun mengungkapkan bahwa anak dari orangtua yang paling banyak berbicara mendengar rata-rata 2.100 kata per jam. Anak-anak dari orangtua yang tidak terlalu banyak berbicara mendengar rata-rata 1.200 kata per jam. Anak-anak dari orangtua yang lebih banyak diam hanya mendengar rata-rata 600 kata per jam. Ketika seluruh anak itu diuji kecerdasannya pada usia tiga tahun, mereka yang paling banyak mendengar kata-kata menunjukkan hasil yang baik dan terus berprestasi sepanjang pendidikan di sekolah dasar.

Keterampilan mengenal alam sekitar.

Anak jangan hanya bermain dan belajar di dalam ruangan. Orangtua dapat mengajaknya untuk bermain di alam terbuka. Sesungguhnya, alam terbuka merupakan media belajar yang sangat baik bagi seorang anak. Di alam terbuka, seorang anak dapat belajar tentang warna, ukuran, panas dingin, keanekaragaman benda, dan sebagainya. Bentangan alam pun dapat meluaskan cakrawala berpikir anak sekaligus membuat hati mereka menjadi lapang. Otot-otot tubuh akan teraktifkan. Udara yang masuk ke paru-paru pun adalah udara yang bersih dan jauh dari polusi. Indra penglihatan menjadi lebih efektif bekerja karena bola mata bergerak lebih aktif karena mengambil begitu banyak informasi sensoris dari lingkungan dan tidak terpusat pada satu objek.


JANGAN LUPA, SUPLEMEN KASIH SAYANG

Alan Shore, Asisten Profesor di Departemen Psikiater dan Biobehavioral Sekolah Kedokteran UCLA mengungkapkan bahwa otak si kecil didesain untuk dibentuk oleh lingkungan. Anak lahir lahir dengan seperangkat genetik, akan tetapi harus diaktifkan oleh pengalaman dan interaksi oleh lingkungan. Hubungan pertama si kecil terutama dengan ibunya, secara permanen membentuk kapasitas individu dan memengaruhi hubungan emosionalnya dengan orang lain. Ekspresi cinta dan kasih sayang selama periode kritis ini akan merangsang sel-sel saraf di otak anak untuk tumbuh dan menyambung secara tepat dengan neuron-neuron lainnya.

Dengan demikian, dua jenis pemenuhan kebutuhan dasar bagi otak, sebagaimana telah dibahas di awal; yaitu berupa asupan nutrisi dan stimulasi, akan menjadi efektif apabila disempurnakan dengan hadirnya kasih sayang, pemenuhan rasa aman dan dilindungi, diperhatikan dan dihargai, didengarkan, diperlakukan secara lemah lembut dan jauh dari kekerasan, keteladanan, serta sikap bijak dari orangtua dan guru. Tanpa kasih sayang, anak hanya akan tumbuh dengan badan yang sehat, otak yang cerdas, akan tetapi tumpul emosi dan perasaannya. (Emsoe) ***


DAFTAR RUJUKAN:

Chudler, Eric. “Brain Facts and Figures.” November 1, 2011.

Given, Barbara. 2007. Brain-Based Teaching. Bandung: Mizan Pustaka.

Krebs, Charles. 2006. Nutrisi Tepat Otak Optimal. Jakarta: BIP.

Makanan untuk Tumbuh Kembang Otak. Ayahbunda. November 2003.

Nur Azhar, Tauhid. 2011. Misteri DNA Anak Saleh – Anak Cerdas. Solo: Tinta Medina.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC.

http://www.meadjohnson.co.id/parenting-tips/perkembangan-anak/sudahkah-ibu-mengoptimalkan-perkembangan-otak-si-kecil

http://www.meadjohnson.co.id/our-brands/enfa/enfagrow-a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar